Minggu, 03 Juli 2011

Kisah Klasik tentang Cinta dan Persahabatan

Sahabatku, dengar pengakuanku. Kuharap kau dapat menyimpan kisah ini sebagai pelajaran bagimu.
Kisah ini mungkin sama dengan kisah cinta yang pernah ada.
Jika kisah ini pernah ada, kupastikan bukannya aku ingin mengulang kisah itu.

Pertama kali cinta datang padaku, saat aku berumur lima belas. Aku tersenyum sembari memegangi sebuah gelas. Saat itu bagiku, gelas yang kubeli bukan hanya sebuah gelas. Gelas itu adalah tanda kedewasaan yang meretas. Gelas itu simbol masa pubertas yang trengginas. Gelas itu adalah perwujudan cinta pertama yang sedang memberontak keluar dengan ganas. keringat dingin disekujur tubuhku mengalir deras. apakah aku, apakah kalian yang berumur lima belas bisa mengutarakan cinta dengan bebas? jika ada maka ke dalam jurang curam aku berani terjun bebas. akhirnya aku mengambil secarik kertas, sementara tangan yang memegang pena mengekspresikan perasaan dengan lepas.

Rasanya tak perlu aku menuliskan kembali kata-kataku saat itu. Aku malu. Yang penting kalian tau, bahwa aku telah berhasil membuat sebuah surat berisi semua isi hatiku, kepada wanitaku. Gelas itu telah terbungkus rapi dalam sebuah kado berwarna ungu ditanganku. tahukah kalian perasaanku saat itu? ya, perasaanku sama dengan kalian saat hendak mencoba menaklukkan cinta pertama itu. langkah ini bergetar hebat, namun tekadku sudah bulat menuju rumah itu. rumah tempat tinggal wanita pertama di hatiku. Tanganku, memegangi surat yang kubuat itu, dengan lemas, dengan degupan jantung yang bergemuruh tak menentu. tak sanggup rasanya memutar gagang pintu. Aku malu.

Sesaat sebelum aku berjuang, seorang teman lelaki datang, dengan senyum yang terkembang. Dia bertanya padaku apa yang sedang kupegang. Aku malu untuk bilang, tak akan pernah kubilang pada temanku itu, yang senyumnya terkembang. Katanya, pasti untuk wanita itu kado yang kupegang. Senyumku terkembang. Aku bohong bilang, bukan bang. Pandangannya padaku seperti menantang, Dia seolah menabuhkan genderang perang saat bilang bahwa wanitaku itu dulu adalah orang yang dia sayang. Dan lelaki dengan senyum terkembang itu temanku, dia masih berharap wanitaku masih menyimpan cintanya yang selalu terkembang. Aku gamang.

Kertas itu, yang berisi curahan hatiku, tercabik lesu. Dia merintih letih dari dalam kotak sampah. Kubilang padanya sudahlah, bukan saatnya menjadikan bulan juni ini sebagai bulan yang indah. dengan lesu tanganku mengetuk pintu. pintu itu terbuka, dan dia ada dihadapanku. aku terenyuh, kelakianku tersentuh. Wanita itu cantik sekali, sungguh. "Selamat Ulang Tahun, ini kado untukmu." Kataku padanya dengan pilu. Wanita itu tersenyum padaku, berterimakasih dan mempersilahkanku untuk duduk dulu. "Aku sedang buru-buru. Kesini hanya untuk menyampaikan kado itu. Semoga kau bahagia selalu." Kataku padanya dengan pilu. Pantatku bersikeras untuk duduk dulu, aku tak mau.

detik demi detik berlalu. menit demi menit terukir. jam demi jam berdentang. hari demi hari terlewati. bulan demi bulan berdatangan. Cinta pertama yang sempat terlupakan kembali hadir, saat hati sudah bermain kesana-kemari. Mungkin saat ini yang terbaik, menguji keberhasilan cinta pertama ini. Aku lebih memilih senang saat ku tau temanku tak sanggup melanjutkan kisahnya dengan wanitaku. Aku lebih percaya diri sekarang dari pada dulu. Langkah ini sudah mantap, sebelum akhirnya seorang temanku datang berharap. Katanya dia terpikat, pada wanitaku yang cantik berjilbab. Sekali lagi dalam hati, berkecamuk perang antara cinta dan persahabatan. Sekali lagi dalam hati, cinta terengah pasrah pada amukan ganas persahabatan. Sekali lagi dalam hati, beristirahat dengan tenang cinta ini. Dan ternyata, aku yang berlabel pejuang cinta sahabat ini, tidak disukai oleh wanitaku ini. Ya sudahlah, terlanjur begini.

Saat masa sekolah hampir berakhir, saat kesempatan datang agar cinta ini dapat terukir, seperti biasa seorang teman membuat cinta ini terusir. Tapi kali ini, aku tak ingin cinta ini berakhir. Sekali ini saja aku ingin kikir. Bisakah sekali ini saja aku kikir?!?!
Tuhan, cinta ini benar-benar berakhir.

Saat sendiri aku sering bertanya pada hati. Sebenarnya sedekat apa aku dengannya? hingga berani mencintai. Yang kuingat dan selalu kuingat hanyalah, aku sering kerumahnya, dengan ritual memutari jalan depan rumahnya dulu berkali-kali, lalu menepuk dada dan memejamkan mata untuk belok masuk ke halaman rumahnya. Alasanku sederhana, hanya ingin meminjam sebuah buku atau meminjami sebuah buku. Hanya itu ceritaku. Kau boleh tanya pada sebungkus martabak yang selalu kubawa untuknya jika tak percaya padaku.
Hanya itu ceritaku,
Sebuah Buku dan Sebungkus Martabak.
Cerita yang membuatku, sampai saat ini tak pernah mengungkapkan isi hatiku.

Kau penasaran dengan wanita itu?
wanita itu sahabatku, juga sahabatmu.
akhirnya kau tau.

berjanjilah, kau bawa cerita ini sampai nisanmu.
kawan?

Yah, aku bukan kawan yang baik...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar