Senin, 04 Juli 2011

Cuma Tiga Celana Part I

Sahabatku, apa kabarmu hari ini? Semoga telingamu baik-baik saja hingga dapat mendengarkan lanjutan kisahku.

Ini kisah tentang sepuluh hari yang sangat berarti. Sepuluh hari yang mengajari diri untuk selalu berhati-hati. Sepuluh hari yang membuatku tak bisa dibohongi, dengan mudah, lagi. Sepuluh hari ini adalah perjalananku dari Malioboro hingga Prambanan sampai Tawangmangu lanjut Pangandaran berakhir di Semarang sebelum akhirnya raga ini berada dirumah, lagi.

Seperti pesulap yang membakar tisu dalam sekejap. Entah darimana datangnya, disebelahku sudah ada wanita yang terbaring dipundakku dengan lelap. Aku mengernyit, kapan-kapan ada seorang wanita yang terlelap? Kucoba mengingat-ingat dalam gelap. Kepala sekolah memperhatikanku dengan sigap, mencoba meyakinkanku agar tidak khilaf. Tolong kau mengerti bahwa wajar jika setan berdesakan didalam bus yang pengap.
Lupakan setan, mereka ada didunia lain. Sekarang kita fokus pada tanganku yang mulai kesemutan. Entah ini cerita horor atau bukan, ada yang menggerakkan tanganku dengan sendirinya untuk memberikan belaian! cerita horor atau bukan? wanita itu menggeliat pelan. Sepertinya aku aman, dia tidak keberatan. Kemudian wanita itu berkata, dikepalanya seperti banyak burung yang berterbangan. Dia memintaku agar kepalanya diberi pijatan ringan. Cerita horor atau bukan, ada yang menggerakkan tanganku dengan sendirinya untuk memberikan pijatan! Cerita horor atau bukan? Dia terlihat nyaman, kuintip Kepala Sekolah yang ternyata juga mengintipku, kemudian dia berdeham pelan. Setan.

Kami sampai di Jogja, kota yang sudah menjadi bagian dariku rasanya. Aku sedang bangga, wanita itu menggandeng tanganku dengan bahagia. Sesaat, dunia ini terasa milik berdua, yang lain seolah seperti pelengkap saja. Aku dan Dia berjalan menjamahi malioboro diiringi canda dan tawa. Aku seperti raja di Jogja, dengan permaisuri cantik disampingnya. Dia yang kini menempel erat padaku, melihat sebuah celana yang bagus baginya. Kataku ambil saja. Senang rasanya melihat senyumnya terkembang mempesona. Empat meter berikutnya, ada lagi sebuah celana yang membuatnya terpana. Ambil saja. Damai rasanya melihat kerlingan matanya yang elok memandangiku wajahku, suka. Enam meter beranjak, lagi sebuah celana menggodanya, membuatku merogoh dompet ketiga kalinya. Tenang hatiku mencium wangi tubuhnya yang memelukku manja, tapi sepertinya ada yang aneh dengan semuanya. Pantatku terasa ringan entah kenapa. Saat hendak melanjutkan perjalanan, aku menyuruhnya untuk pergi duluan saja bersama rombongan lainnya. Ketika wanita itu lumayan jauh dari pandangan mata, kuambil dompet untuk kuperiksa. Astaga, habisnya ternyata banyak juga.
tak apalah, bukannya butuh banyak pengorbanan untuk sebuah cinta.
cinta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar